BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh,
jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan
emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).
Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang
progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir
sampai mati”. Pengertian lain dari perkembangan adalah perubahanperubahan yang
dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
(maturtion) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan, baik menyamgkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)
(Syamsu, 2008).
Menurut Nagel (1957), perkembangan merupakan pengertian
dimana terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi
tertentu, oleh karena itu bilamana terjadi perubahan struktural baik dalam
organisasi maupun dalam bentuk akan mengakibatkan perubahan fungsi.
Menurut Schneirla (1957), perkembangan adalah
perubahan-perubahan progresif dalam organisasi organisme, dan organisme ini
dilihat sebagai sistem fungsional dan adaptif sepanjang hidupnya.
Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua faktor yakni kematangan dan
pengalaman.
Spiker (1966) mengemukakan dua macam pengertian yang
harus dihubungkan dengan perkembangan, yakni:
1.
Ortogentik, yang
berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu yang baru dan
seterusnya sampai dewasa.
2.
Filigenetik, yakni perkembangan dari asal-usul manusia
sampai sekarang ini. Perkembangan perubahan fungsi sepanjang masa hidupnya
menyebabkan perubahan tingkah laku dan perubahan ini juga terjadi sejak
permulaan adanya manusia. Jadi, perkembangan ortogentik mengarah ke suatu
tujuan khusus sejalan dengan perkembangan evolusi yang mengarah kepada
kesempurnaan manusia.
Tahap perkembangan anak berdasarkan usia adalah sebagai
berikut:
1.
Periode prenatal yaitu masa perkembangan yang terjadi
dalam rahim ibu (mulai dari pembuahan hingga kelahiran) ± 270 – 280/ 9 bulan.
2.
Masa bayi, yang terbagi atas:
1) Masa neonatal (0 – 2
minggu )
2) Masa bayi (2 minggu – 2
tahun )
3.
Masa kanak-kanak
1) Masa prasekolah 2 - 6 tahun
2) Masa sekolah dasar 6 – 12 tahun
2.2
Perkembanan Emosi
2.2.1
Pengertian Emosi
Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere
atau mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong
terhadap sesuatu, misal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan
perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian
diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hamper keseluruhan diri individu
(Sujiono, 2005). Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi
merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afekti. Yang
dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada
saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira, bahagia,
takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa emosi merujuk pada suatu
perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis
serta rangkaian kecenderungan untuk bertindak (Syamsu, 2008).
Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya
disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak
senang. Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai
perbuatan-perbuaatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini
kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas
(samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan
menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih teraarah. Perasaan-perasaan
seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982:59).
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka
dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa
perasaan atau pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari
perilaku seseorang.
Proses terjadinya emosi dalam diri seseorang menurut
Lewis and Rose Blum ada 5 tahapan yaitu:
1.
Elicitors yaitu adanya dorongan peristiwa yang
terjadi contoh : Peristiwa banjir, gempa bumi maka timbullah perasaan emosi
seseorang.
2.
Receptors yaitu kegiatan yang berpusat pada
sistem syaraf contoh : Akibat peristiwa banjir tersebut maka berfungsi sebagai
indera penerima.
3.
State yaitu perubahan spesifik yang terjadi
dalam aspek fisiologi contoh : Gerakan reflex atau terkejut pada sesuatu yang
terjadi.
4.
Experission yaitu terjadinya perubahan pada
rasiologis. Contoh : Tubuh tegang pada saat tatap muka.
Menurut Syamsuddin Kelima komponen tadi digambarkan
dalam 3 variabel yaitu:
1.
Variabel Stimulus: rangsangan yang menimbulkan emosi.
2.
Variabel Organismik: Perubahan fisiologis yang terjadi
saat mengalami emosi.
3.
Variabel Respon : Pada sambutan ekspresik atas
terjadinya pengalaman emosi (Reza dkk, 2010)
2.2.2
Pengelompokan Emosi
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu
emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
1.
Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan
oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit,
lelah, kenyang dan lapar.
2.
Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan
kejiwaan. Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah:
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut
paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :
a) Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil
karya ilmiah
b) Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran
c) Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan-persoalan
ilmiah yang harus dipecahkan
2)
Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang
lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti :
a) Rasa solidaritas
b) Persaudaraan (ukhuwah)
c) Simpati
d) Kasih sayang, dan
sebagainya
3)
Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik
dan buruk atau etika (moral). Contohnya :
a) Rasa tanggung jawab (responsibility)
b) Rasa bersalah apabila
melanggar norma
c) Rasa tentram dalam
mentaati norma
4) Perasaan Keindahan
(estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari
sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian
5) Perasaan
Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan,
dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan
kata lain, manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena
memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “Homo Divinans” dan
“Homo Religius” atau makluk yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu,
2008).
2.2.3 Perkembangan Emosi Pada Anak
Perkembangan emosi pada anak
melalui beberapa fase yaitu:
1.
Pada bayi hingga 18 bulan
1)
Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa
lingkungan di sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase
ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang
lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara
teratur memberikan rasa aman pada bayi.
2)
Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum
jika ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika
melihat wajah dan suara orang di sekitarnya.
3)
Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar
mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut. Pada bulan
ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin
besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya.
Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di
tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
1.
Usia 18 bulan sampai 3 tahun
1)
Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan
batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan
perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya
di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam
mewujudkan keinginannya.
2)
Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak
kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan
ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat
membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua
menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
3)
Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu
mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan
kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
3.
Usia antara 3 sampai 5 tahun
1)
Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk
mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan
pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
2)
Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami
bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada
beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa
senang, sementara yang kalah akan sedih.
4.
Usia 5 sampai 12 tahun
1)
Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan
yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu
menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk
menyembunyikan informasiinformasi secara.
2)
Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini
anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat
menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak,
anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
3)
Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi
dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang
terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti
takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut
sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi &
Yuliani, 2006).
4)
Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang
baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di
lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di
usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau
aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya
perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
2.2.4
Fungsi Emosi Pada Anak
Fungsi dan
peranan emosi pada perkembangan anak, antara lain:
1. Merupakan
bentuk komunikasi seingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan
perasaannya pada orang lain. Contoh; anak yang merasakan sakit atau marah biasanya
mengekspresikan emosinya dengan menangis. Menangis ini merupakanbentuk
komunikasi anak dengan lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan
perasaannya dalam bentuk bahasa verbal.
2. Emosi
berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan
lingkungan sosialnya, antara lain sebagai berikut.
1)
Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan
sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan
sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Contoh;
jika seorang anak sering mengekspresikan ketidaknyamannya dengan menangis,
lingkungan sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang “cengeng”.
2)
Emosi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat
mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang ditampilkan
lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial anak dapat belajar untuk
membentuk tingkah laku emosi yang dapat diterima lingkungannya. Jika anak
melemparkan mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah
kurang menyukai atau menolaknya.
3)
Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan,
Artinya jika ada yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan.
Artinya jika ada seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok, maka dapat
mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu.
4)
Tingkah laku
yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Artinya
jika seorang anak yang ramah dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya
tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan
tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan.
5)
Ketegangan
emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas motirik dan
mental anak. Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi suatu
situasi. Dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas. Misalnya,
seorang anak akan menolak bermain finger painting karena takut akan mengotori
bajunya dan dimarahi orang tua. Aktivitas finger panting ini sangat baik untuk
melatih motorik halus dan indra perabaannya.
2.2.5 Ciri Khas Emosi Anak
Ciri
khas emosi pada anak antara lain:
1. Emosi
yang kuat
Anak kecil bereaksi
dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang
serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal
yang tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele.
2. Emosi
seringkali tampak
Anak-anak seringkali
memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan
emosional seringkali mengakibatkan hukuman, sehingga mereka belajar untuk
menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan
berusaha mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih
dapat diterima.
3. Emosi
bersifat sementara
Peralihan yang cepat
pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke
tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor,
yaitu :
1) Membersihkan sistem emosi yang terpendam
dengan ekspresi terus terang.
2)
Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan
intelektual dan pengalaman yang terbatas.
3) Rentang
perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan
meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap.
4.
Reaksi menimbulkan individualitas
Semua bayi yang baru lahir mempunyai
pola reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar
dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin
diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka
ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi
mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung seseorang.
5.
Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada
usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi
lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian
disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan
sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.
6.
Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak
memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka
memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis,
kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan
mengisap jempol.
2.2.6
Tingkat
Perkemkembangan Emosi
Tiga
reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut, yang terjadi
akibat dari peristiwa-peristiwa eksternal maupun proses tak langsung. Reaksi
tersebut dapat tercermin dalam individu yang meningkatkan aktivitas kelenjar
tertentu dan mengubah temperature tubuh. Reaksi umumnya berkurang sesuai
proporsi kematangan individu. Hal ini disebabkan oleh pebedaan jenis reaksi
emosi, misalnya dengan penyebab ketakutan pada diri seseorang anak mungkin
disebabkan oleh jenis emosi yang berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Tingkat
perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang
meliputi:
1 Emosi stabil
Pada seseorang yang
mempunyai emosi stabil mempunyai kecenderungan percaya diri, cermat, kukuh.
Mereka selaulu menjaga pikiran walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan
orang-orang di sekitarnya kehilangan kendali.
2. Emosi stabil rata-rata
Seseorang yang mempunyai
derajat rata-rata tingkat emosional mempunyai kecenderungan emosi keseimbangan
yang baik, sabar, tak memihak, berkepala dingin. Mereka tidak kebal atas rasa
khawatir dan terkadang menunjukkan emosi yang aneh, namun ini adalah pengecualian
daripada kebiasaan.
3. Emosi labil
Seseorang yang mempunyai
emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu, sentimental, mudah tergugah, khawatir
dan bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini membuat
mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap dipengaruhi oleh
tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi mengatasi
peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004).
2.2.7 Pengaruh Emosi Terhadap Perubahan
Perilaku dan Perubahan Fisik Individu
Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku
individu diantaranya:
1
Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau
puas atas hasil yang telah dicapai.
2
Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena
kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa
(frustasi).
3
Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila
sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous)
dan gagap dalam berbicara.
4
Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa
cemburu dan iri hati.
5
Suasana emosional yang diterima dan dialami individu
semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Tabel jenis-jenis emosi dan dampaknya pada perubahan
fisik
Jenis emosi
|
Perubahan
Fisik
|
Terpesona
|
Reaksi elektris pada kulit
|
Marah
|
Peredaran darah bertambah cepat
|
Terkejut
|
Denyut jantung bertambah cepat
|
Kecewa
|
Bernafas panjang
|
Sakit/marah
|
Pupil mata bertambah besar
|
Takut
|
Berdiri bulu roma
|
Tegang
|
Otot-otot menegang
|
2.3
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi, antara
lain:
1.
Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh
ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan
emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya:
rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
2.
Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi
potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang
menunjang perkembangan emosi antara lain:
1)
Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan
emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak
memberi kepuasan.
2)
Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang
membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama
dengan orang-orang yang diamati.
3)
Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah
oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi
orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai
ikatan emosional yang kuat dengannya.
4)
Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal
memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian
terjadi dengan mudah dan cepat pada awalawal kehidupan karena anak kecil kurang
menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
5)
Belajar dengan bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika
suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi
terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan
dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang
membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).
3.
Konflik-konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani
fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun
jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami
gangguan-gangguan emosi.
4.
Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai
keluarga mengenai bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah
lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan
orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan
lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi
dalam menanamkann dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman
pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan
belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju
pertumbuhan dan belajar selanjutnya.
Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan
keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi
positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan
emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah
marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi
anak akan menjadi negatif (Syamsu, 2008).
2.4
jenis-jenis Emosi
1. Gembira
Setiap orang pada berbagai
usia mengenal perasaan yang menyenangkan. Pada umumnya perasaan gembira dan
senang diekspresikan dengan tersenyum, atau tertawa. Dengan perasaan
menyenangkan seseorang dapat merasakan cinta, dan kepercayaan diri.
2.
Marah
Emosi marah terjadi pada saat
individu merasa dihambat, frustasi karena tidak mencapai yang diinginkan,
dicerca orang, diganggu atau dihadapkan pada suatu tuntutan yang berlawanan
dengan keinginannya. Perasaan marah ini membuat orang seperti ingin menyerang ”musuhnya”.
Kemarahan membuat individu sangat bertenaga dan impulsif , ia membuat kencang
dan wajah merah.
3. Takut
Perasaan takut merupakan
bentuk emosi yang menunjukkan adanya bahaya. Menurut Helen Ross perasaan takut
adalah suatu perasaan yang hakiki dan erat hubungannya dengan upaya
mempertahankan diri. Perasaan takut ditandai oleh perubahan fisiologis, seperti
mata melebar, berhati-hati, berhenti bergerak, badan gemetar, menangis,
bersembunyi, melarikan diri atau berlindung di belakang punggung oranglain.
4. Sedih
Dalam kehidupan individu akan merasa sedih pada saat ia berpisah dari yang
lain, terutama berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Perasaan terasing,
ditinggalkan, ditolak, atau tidak diperhatikan dapt membuat individu bersedih.
Stewart at all mengungkapkan bahwa ekspresi kesedihan individu biasanya
ditandai dengan alis dan kening mengkerut ke atas dan mendalam, kelopak mata
ditarik ke atas, ujung mulut ditarik ke bawah, serta dagu diangkat pada pusat
bibir bagian bawah.
Dari ke-empat emosi dasar ini dapat berkembang
menjadi berbagai macam emosi, yang diklasifikasikan ke dalam kelompok emosi
positif dan emosi negatif.
Emosi positif
|
Emosi Negatif
|
§ Eagerness (rela)
§ Humour (lucu)
§ Joy (kegembiraan)
§ Pleasure (kesenangan)
§ Curiosity (rasa ingin tahu)
§ Happiness(kebahagiaan)
§ Delight (kesukaan)
§ Love (rasa cinta)
§ Excitement (ketertarikan)
|
§ Impatience (tidak sabar)
§ Uncertainty (kebimbangan)
§ Anger (marah)
§ Suspicion (kecurigaan)
§ Anxiety (rasa cemas)
§ Guilt (rasa bersalah)
§ Jelousy (rasa cemburu)
§ Annoyance (rasa jengkel)
§ Fear (rasa takut)
§ Depression (depresi)
§ Sadness (Kesedihan)
§ Hate (rasa benci)
|
Kita dapat merasakan emosi-emosi ini dengan kuat dan dapat diperlihatkan
dalam berbagai tampilan fisik. Misalnya jika merasa bahagia maka kita dapat
tertawa keras dan lepas, atau jika merasa takut maka kita akan berteriak.
Proses pengekspresian emosi ini memang dipengaruhi oleh lingkungannya.
Adakalanya suatu lingkungn yang menerima anggotanya jika tertawa
terbahak-bahak, namun adapula lingkungan yang menolak.
2.5 Pola-pola Perkembangan Emosi
Menurut syamsu (2008), pola perkembangan emosi yaitu:
1.
Rasa takut
Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang
membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan.
1) Mula-mula tidak takut,
karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang terdapat pada objek
2) Timbulnya rasa takut setelah
mengenal bahaya
3) Rasa takut bias hilang
kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari bahaya
2.
Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai
oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau
tidak sering berjumpa.
3.
Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu,
rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan ada obyek atau
situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu dalam hal bahwa kecanggungan
tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal, tetapi lebih disebabkan
oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau diri seseorang.
Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut
kesadaran-diri (selfconscious distress).
4. Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah
tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung
ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran
anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi
berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak,
bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun.
5. Rasa
cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit
yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran,
ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh
seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan
buntu; dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah
yang dicapai.
6. Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa
kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena
rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini
anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk
memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan mereka.
7. Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang
nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8. Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang
disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
9. Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak.
Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk
diri sendiri.
10. Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan
keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas
kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai
batas-batas tertentu dapat diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur
yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam
bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.
sumber:
Sunarto. 2008. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Hidayat,
Ayatollah. 2010. Perkembangan Emosional Anak Usia Dini. http://pemerhatipendidikangowa.blogspot.com/2010/07/perkembangan-emosional-anak-usia-dini.html. Diaksese pada tanggal 09 Juni 2013 pukul 19:50.
Ambaryani, Novita. 2012. Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. http://penasinovita.blogspot.com/2012/03/perkembangan-emosi-anak-usia-dini.html. Diakses pada tanggal 09 Juni 2013 pukul 19:59.
Jumiati. . Perkembangan
Emosi.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-jumiatig2a-5475-3-babii.pdf.
Diakses pada tanggal 09 Juni 2013 pukul 20:17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar