Rabu, 12 Juni 2013

PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI



BAB II
PEMBAHASAN




2.1  Pengertian Perkembangan

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).

Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”. Pengertian lain dari perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturtion) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyamgkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) (Syamsu, 2008).

Menurut Nagel (1957), perkembangan merupakan pengertian dimana terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, oleh karena itu bilamana terjadi perubahan struktural baik dalam organisasi maupun dalam bentuk akan mengakibatkan perubahan fungsi.

Menurut Schneirla (1957), perkembangan adalah perubahan-perubahan progresif dalam organisasi organisme, dan organisme ini dilihat sebagai sistem fungsional dan adaptif sepanjang hidupnya. Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua faktor yakni kematangan dan pengalaman.

Spiker (1966) mengemukakan dua macam pengertian yang harus dihubungkan dengan perkembangan, yakni:
1.    Ortogentik, yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu yang baru dan seterusnya sampai dewasa.
2.    Filigenetik, yakni perkembangan dari asal-usul manusia sampai sekarang ini. Perkembangan perubahan fungsi sepanjang masa hidupnya menyebabkan perubahan tingkah laku dan perubahan ini juga terjadi sejak permulaan adanya manusia. Jadi, perkembangan ortogentik mengarah ke suatu tujuan khusus sejalan dengan perkembangan evolusi yang mengarah kepada kesempurnaan manusia.

Tahap perkembangan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut:
1.    Periode prenatal yaitu masa perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu (mulai dari pembuahan hingga kelahiran) ± 270 – 280/ 9 bulan.
2.    Masa bayi, yang terbagi atas:
1) Masa neonatal (0 – 2 minggu )
2) Masa bayi (2 minggu – 2 tahun )
3.    Masa kanak-kanak
1) Masa prasekolah 2 - 6 tahun
2) Masa sekolah dasar 6 – 12 tahun



2.2    Perkembanan Emosi

2.2.1   Pengertian Emosi
Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, misal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hamper keseluruhan diri individu (Sujiono, 2005). Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afekti. Yang dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira, bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan untuk bertindak (Syamsu, 2008).

Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuaatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih teraarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982:59).

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa perasaan atau pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang.

Proses terjadinya emosi dalam diri seseorang menurut Lewis and Rose Blum ada 5 tahapan yaitu:
1.    Elicitors yaitu adanya dorongan peristiwa yang terjadi contoh : Peristiwa banjir, gempa bumi maka timbullah perasaan emosi seseorang.
2.    Receptors yaitu kegiatan yang berpusat pada sistem syaraf contoh : Akibat peristiwa banjir tersebut maka berfungsi sebagai indera penerima.
3.    State yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi contoh : Gerakan reflex atau terkejut pada sesuatu yang terjadi.
4.    Experission yaitu terjadinya perubahan pada rasiologis. Contoh : Tubuh tegang pada saat tatap muka.
Menurut Syamsuddin Kelima komponen tadi digambarkan dalam 3 variabel yaitu:
1.    Variabel Stimulus: rangsangan yang menimbulkan emosi.
2.    Variabel Organismik: Perubahan fisiologis yang terjadi saat mengalami emosi.
3.    Variabel Respon : Pada sambutan ekspresik atas terjadinya pengalaman emosi (Reza dkk, 2010)



2.2.2   Pengelompokan Emosi
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
1.    Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
2.    Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah:
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :
a) Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah
b) Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran
c) Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan
2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti :
a) Rasa solidaritas
b) Persaudaraan (ukhuwah)
c) Simpati
d) Kasih sayang, dan sebagainya
3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya :
a) Rasa tanggung jawab (responsibility)
b) Rasa bersalah apabila melanggar norma
c) Rasa tentram dalam mentaati norma
4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian
5) Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “Homo Divinans” dan “Homo Religius” atau makluk yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu, 2008).
2.2.3  Perkembangan Emosi Pada Anak
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu:
1.    Pada bayi hingga 18 bulan
1)      Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.
2)      Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di sekitarnya.
3)      Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
1.    Usia 18 bulan sampai 3 tahun
1)      Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
2)      Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
3)      Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
3.    Usia antara 3 sampai 5 tahun
1)      Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
2)      Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
4.    Usia 5 sampai 12 tahun
1)      Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
2)      Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
3)      Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
4)      Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.


2.2.4   Fungsi Emosi Pada Anak
Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak, antara lain:
1.    Merupakan bentuk komunikasi seingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang lain. Contoh; anak yang merasakan sakit atau marah biasanya mengekspresikan emosinya dengan menangis. Menangis ini merupakanbentuk komunikasi anak dengan lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk bahasa verbal.
2.    Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya, antara lain sebagai berikut.
1)   Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Contoh; jika seorang anak sering mengekspresikan ketidaknyamannya dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang “cengeng”.
2)   Emosi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang ditampilkan lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial anak dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat diterima lingkungannya. Jika anak melemparkan mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya.
3)   Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan, Artinya jika ada yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan. Artinya jika ada seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok, maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu.
4)   Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Artinya jika seorang anak yang ramah dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan.
5)   Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas motirik dan mental anak. Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi suatu situasi. Dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas. Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger painting karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tua. Aktivitas finger panting ini sangat baik untuk melatih motorik halus dan indra perabaannya.


2.2.5  Ciri Khas Emosi Anak
Ciri khas emosi pada anak antara lain:
1.    Emosi yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele.
2.    Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukuman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
3.    Emosi bersifat sementara
Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu :
1)  Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang.
2) Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas.
3) Rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap.
4.    Reaksi menimbulkan individualitas
Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung seseorang.
5.    Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.
6.    Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.


2.2.6   Tingkat Perkemkembangan Emosi
Tiga reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut, yang terjadi akibat dari peristiwa-peristiwa eksternal maupun proses tak langsung. Reaksi tersebut dapat tercermin dalam individu yang meningkatkan aktivitas kelenjar tertentu dan mengubah temperature tubuh. Reaksi umumnya berkurang sesuai proporsi kematangan individu. Hal ini disebabkan oleh pebedaan jenis reaksi emosi, misalnya dengan penyebab ketakutan pada diri seseorang anak mungkin disebabkan oleh jenis emosi yang berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang meliputi:
1      Emosi stabil
Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai kecenderungan percaya diri, cermat, kukuh. Mereka selaulu menjaga pikiran walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan orang-orang di sekitarnya kehilangan kendali.
2.    Emosi stabil rata-rata
Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional mempunyai kecenderungan emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak memihak, berkepala dingin. Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan terkadang menunjukkan emosi yang aneh, namun ini adalah pengecualian daripada kebiasaan.
3.    Emosi labil
Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu, sentimental, mudah tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini membuat mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap dipengaruhi oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi mengatasi peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004).


2.2.7   Pengaruh Emosi Terhadap Perubahan Perilaku dan Perubahan Fisik Individu
Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya:
1      Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai.
2      Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
3      Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
4      Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
5      Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

Tabel jenis-jenis emosi dan dampaknya pada perubahan fisik
Jenis emosi
Perubahan Fisik
Terpesona
Reaksi elektris pada kulit
Marah
Peredaran darah bertambah cepat
Terkejut
Denyut jantung bertambah cepat
Kecewa
Bernafas panjang
Sakit/marah
Pupil mata bertambah besar
Takut
Berdiri bulu roma
Tegang
Otot-otot menegang



2.3    Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi, antara lain:
1.    Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
2.    Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
1)   Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan.
2)   Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3)   Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
4)   Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awalawal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
5)   Belajar dengan bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).
3.    Konflik-konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi.
4.    Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkann dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.

Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi negatif (Syamsu, 2008).

2.4    jenis-jenis Emosi
1.    Gembira
Setiap orang pada berbagai usia mengenal perasaan yang menyenangkan. Pada umumnya perasaan gembira dan senang diekspresikan dengan tersenyum, atau tertawa. Dengan perasaan menyenangkan seseorang dapat merasakan cinta, dan kepercayaan diri.
2.    Marah
Emosi marah terjadi pada saat individu merasa dihambat, frustasi karena tidak mencapai yang diinginkan, dicerca orang, diganggu atau dihadapkan pada suatu tuntutan yang berlawanan dengan keinginannya. Perasaan marah ini membuat orang seperti ingin menyerang ”musuhnya”. Kemarahan membuat individu sangat bertenaga dan impulsif , ia membuat kencang dan wajah merah.
3.    Takut
Perasaan takut merupakan bentuk emosi yang menunjukkan adanya bahaya. Menurut Helen Ross perasaan takut adalah suatu perasaan yang hakiki dan erat hubungannya dengan upaya mempertahankan diri. Perasaan takut ditandai oleh perubahan fisiologis, seperti mata melebar, berhati-hati, berhenti bergerak, badan gemetar, menangis, bersembunyi, melarikan diri atau berlindung di belakang punggung oranglain.
4.    Sedih
Dalam kehidupan individu akan merasa sedih pada saat ia berpisah dari yang lain, terutama berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Perasaan terasing, ditinggalkan, ditolak, atau tidak diperhatikan dapt membuat individu bersedih. Stewart at all mengungkapkan bahwa ekspresi kesedihan individu biasanya ditandai dengan alis dan kening mengkerut ke atas dan mendalam, kelopak mata ditarik ke atas, ujung mulut ditarik ke bawah, serta dagu diangkat pada pusat bibir bagian bawah.

Dari ke-empat emosi dasar ini dapat berkembang menjadi berbagai macam emosi, yang diklasifikasikan ke dalam kelompok emosi positif dan emosi negatif.

Emosi positif
Emosi Negatif
§  Eagerness (rela)
§  Humour (lucu)
§  Joy (kegembiraan)
§  Pleasure (kesenangan)
§  Curiosity (rasa ingin tahu)
§  Happiness(kebahagiaan)
§  Delight (kesukaan)
§  Love (rasa cinta)
§  Excitement (ketertarikan)
§  Impatience (tidak sabar)
§  Uncertainty (kebimbangan)
§  Anger (marah)
§  Suspicion (kecurigaan)
§  Anxiety (rasa cemas)
§  Guilt (rasa bersalah)
§  Jelousy (rasa cemburu)
§  Annoyance (rasa jengkel)
§  Fear (rasa takut)
§  Depression (depresi)
§  Sadness (Kesedihan)
§  Hate (rasa benci)

Kita dapat merasakan emosi-emosi ini dengan kuat dan dapat diperlihatkan dalam berbagai tampilan fisik. Misalnya jika merasa bahagia maka kita dapat tertawa keras dan lepas, atau jika merasa takut maka kita akan berteriak. Proses pengekspresian emosi ini memang dipengaruhi oleh lingkungannya. Adakalanya suatu lingkungn yang menerima anggotanya jika tertawa terbahak-bahak, namun adapula lingkungan yang menolak.



2.5    Pola-pola Perkembangan Emosi
Menurut syamsu (2008), pola perkembangan emosi yaitu:
1.    Rasa takut
Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan.
1) Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang terdapat pada objek
2) Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya
3) Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari bahaya
2.    Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.
3.    Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu dalam hal bahwa kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal, tetapi lebih disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress).
4.    Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun.
5.    Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai.
6.    Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan mereka.
7.    Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8.    Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
9.    Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
10.    Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.



sumber:

Sunarto. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

Hidayat, Ayatollah. 2010. Perkembangan Emosional Anak Usia Dini. http://pemerhatipendidikangowa.blogspot.com/2010/07/perkembangan-emosional-anak-usia-dini.html. Diaksese pada tanggal 09 Juni 2013 pukul 19:50.

Ambaryani, Novita. 2012. Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. http://penasinovita.blogspot.com/2012/03/perkembangan-emosi-anak-usia-dini.html. Diakses pada tanggal 09 Juni 2013 pukul 19:59.

Jumiati.              . Perkembangan Emosi.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar