LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK
ANAK BERKESULITAN BELAJAR
Oleh :
1.
Devrizal (1213054016)
2.
Eka Apriliawati (1213054024)
3.
Erna Barus (1213054030)
4.
Fitrilia Catur R.S (1213054036)
5.
Indah Dwi Lestari (1213054042)
6.
Yuni Hartini (1213054096)
Kelas : B
Mata Kuliah : Pedagogik
Klinis
Dosen Pengampu : Ari
Sofia, S.Psi., M.Psi
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan secara filosofis merupakan
hak azasi manusia. Sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sesungguhnya
pendidikan bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau
semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks ‘educational for all’ anak-anak
yang mengalami kelainan fisik, intelektual, sosial emosional, gangguan motorik,
atau anak dengan kebutuhan khusus (ABK) merupakan warga negara yang memiliki
hak yang sama untuk menikmati pendidikan seperti warga negara yang lain. Untuk
itu, pemikiran dan realisasi ke arah
upaya memenuhi kebutuhan pendidikan bagi mereka harus terus dilakukan, termasuk
di dalamnya anak berkesulitan belajar.
Anak berkesulitan belajar
hendaknya belajar di sekolah biasa atau sekolah regular bersama anak lain yang
tidak berkesulitan belajar. Meskipun demikian, anak berkesulitan belajar
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Pemberian pelayanan pendidikan khusus
bagi anak berkesulitan belajar inilah yang akan dibahas pada bab ini. Pembahasan
akan mencakup empat hal, yaitu berbagai pilihan penempatan, peranan guru anak
berkesulitan belajar, hubungan antara orang tua dengan guru, dan program
bimbingan bagi orang tua.
Model pendidikan bagi anak berkesulitan
belajar harus mengacu pada kecenderungan perkembangan pendiidkan bagi anak
dengan kebutuhan khusus. Dalam skala nasional maupun global, ada dua isyu dan
strategi yang akan mempengaruhi model pelayanan pendidikan bagi anak
berkesulitan belajar yaitu integrasi dan inklusi.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai anak
berkebutuhan khusus, ciri-ciri, faktor prnyebab, dan layanan bagi anak
berkebutuhan khusus.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini, antara lain:
1.
Apa pengertian dari anak berkesulitan belajar ?
2.
Apa saja klasifikasi anak berkesulitan belajar ?
3.
Apa saja faktor penyebab anak berkesulitan belajar ?
4.
Bagaimana layanan pendidikan untuk anak berkesulitan belajar
?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dan manfaat dari
makalah ini, antara lain:
1.
Apa pengertian dari anak berkesulitan belajar ?
2.
Apa saja klasifikasi anak berkesulitan belajar ?
3.
Apa saja faktor penyebab anak berkesulitan belajar ?
4.
Bagaimana layanan pendidikan untuk anak berkesulitan belajar
?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anak
Berkesulitan Belajar
Kesulitan belajar atau learning
disability adalah suatu kelainan yang membuat individu yang bersangkutan sulit
melakukan kegiatan belajar secara efektif. The
Nationa Joint Communittee for Learning Disabilities (NJCLD) , mengungkapkan
bahwa kesulitan belajar merujuk pada sekelompok kesulitan yang memanifestasikan
dalam bentu kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan
mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam
bidang studi matematika gangguan tersebut instrinsik dan diduga disebabkan oleh
adanya disfungsi saraf pusat.
Kesulitan
belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan
tertentu, dalam mencapai tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam
tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun
sebab-sebab psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai
dengan potensi dan usaha yang dilakukan.
Kesulitan belajar tidak berhubungan langsung dengan tingkat
intelegensi dari individu yang mengalami kesulitan belajar, namun individu
tersebut mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan belajar dan dalam
melaksanankan tugas-tugas spesifik yang dibutuhkan dalam belajar seperti yang
dilakukan dalam pendekatandan metode pembelajaran konversional. Reid (1986: 12)
(dalam Martini Jamaris 2014: 4) mengemukakan bahwa kesulitan belajar biasanya
tidak dapat diidentifikasi sampai anak mengalami kegagalan dalam menyelesaikan
tugas-tugas akademmik yang harus dilakukannya. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa
anak yang teridentifikasi mengalami kesulitan belajar memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1.
Memiliki tingkat intelegensi (IQ) normal, bahkan diatas
normal atau sedikit dibawah normal berdasarkan tes IQ.
2.
Mengalami kesulitan dalam beberapa mata pelajaran, tetapi
menunjukan nilai yang baik pada mata pelajaran lain.
3.
Kesulitan belajar yang dialami siswa yang berkesulitan
belajar berpengaruh terhadap keberhasilan belajar yang dicapainya sehingga
siswa tersebut dapat dikategorikan kedalam lower achiever (siswa dengan
pencapaian hasil belajar dibawah potensi yang dimilikinya).
Dari beberapa pengertian
di atas dapat diartikan bahwa kesulitan
belajar (Learning Disability) adalah
suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan
kriteria standar yang telah ditetapkan.
2.2 Klasifikasi Anak
Berkesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah
suatu kondisi yang merujuk pada sejumlah kelainan yang berpengaruh pada
pemerolehan, pengorganisasian, penyimpanan, pemahaman, dan penggunaan informasi
secara verbal dan non verbal yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1.
Kemampuan berbahasa lisan
yang mencakup pendengaran, berbicara, dan memahami pembicaraan.
2.
Kemampuan membaca yang
mencakup encording, pengetahuan tentang fonetik, pengenalan dan pemahaman arti
kata.
3.
Kemampuan menulis yang
mencakup mengeja, menulis, dan mengarang.
4.
Kemampuan matematika yang
mencakup berhitung dan pemecahan masalah.
Kesulitan belajar juga
mencakup kesulitan dalam mengatur, mengelola, dan melaksanankan perencanaan
atau organization skill. Kesulitan belajar mempengaruhi kemampuan dalam
persepsi sosial, interaksi sosial, dan pemahaman terhadap suatu perspektif
(masalah/peristiwa dan objek).
Suparno (2007: 3-25)
mengkasifikasikan kesulitan belajar berdasarkan jenis gangguan atau kesulitan
yang dialami yang sering disebut kesulitan spesifik yaitu:
1.
Dispraksia
Merupakan
gangguan pada keterampilan motorik, gangguan ini sering diperlihatkan dalam
bentuk adanya gerakan berlebih (overflow movement), kurang koordinasi dalam
aktivitas motorik, kesulitan dalam koordinasi motorik halus.
2.
Disgraphia
Merupakan
kesulitan dalam menulis yang disebabkan karena gangguan pada motorik ataupun
gangguan pada ideo motorik (tulisan dan pengucapan tidak sesuai). Disgraphia
menunjuk pada perkembangan motorik anak yang belum matang atau mengalami
gangguan, dan adanya ketidakmampuan mengingat cara membuat huruf atau
simbol-simbol.
3.
Diskalkulia
Kesulitan
dalam menghitung, mengenal dan memahami simbol matematika karena gangguan sistem
saraf pusat yaitu memori dan logika.
4.
Disleksia
Merupakan kesulitan membaca baik membaca permulaan maupun
pemahaman, yang disebabkan adanya gangguan fungsi neurofisiologis. Anak sering
mengalami kekeliruan saat membaca dan mengenal kata atau kalimat. Anak yang mengalami
kesulitan belajar membaca berarti mengalami salah satu atau lebih kesulitan
dalam memproses informasi, seperti kemampuan dalam menyampaikan dan menerima
informasi. Ketidakmampuan dalam mengenal huruf dan mengucapkan bunyi huruf
merupakan penyebab disleksia atau kesulitan belajar membaca.
5.
Disphasia
Kesuliatan
berbahasa ditandai dengan kesalahan dalam berkomunikasi baik verbal maupun
non-verbal.
6.
Body awarnes, anak tidak
memiliki kesadaran tubuh yang ditandai dengan kesalahan dalam aktivitas gerak
mobilitas seperti sering menabrak bila berjalan.
2.3 Faktor Penyebab Anak Berkesulitan Belajar
Masalah
kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk
memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya
kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan
belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
A. Faktor
intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor
fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor
fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan
mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami
pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu
kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan
belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang
ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak,
serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain
sebagainya.
2). Faktor
psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai
hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar.
Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan,
ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini
adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110
– 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran
dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya
tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu
tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60
tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu,
maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau
anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi
kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi:
1).
Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara
mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan
perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup
mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu
juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang
bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada
kebiasaan belajar anak.
2).
Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor
non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat
belajar, serta kurikulum.
Howard dan Orlansky
(1984: 121), Kirk dan Callagher (1986: 200), dan Lovit (1985: 5) yang dikutip
oleh Martini Jamaris (202014: 17) menjelasan berbagai faktor penyebab kesulitan
belajar antara lain:
1.
Kerusakan yang terjadi
pada susunan saraf pusat,
2.
Ketidak seimbangan
biokimia,
3.
Keturunan,
4.
Lingkungan,
5.
Pengaruh teratogenetic
(zat kimia/obat-obatan).
2.4
Layanan Pendidikan Untuk Anak
Berkesulitan Belajar
Seiring
dengan perubahan yang terjadi di masyarakat, tentu ini memunculkan paradigma
baru dalam bidang pendidikan. Sebelum membahas soal layanan bagi anak
berkesulitan belajar perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Kurikulum berbasis KTSP
Pengembangan kurikulum berbasis KTSP merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
2.
Dari Teaching ke Learning
Konsep ini mengubah proses pendidikan
menjadi “proses bagaimana belajar bersama antara guru dan peserta didik”.
3.
Dari subject Metter ke active learner
Dalam konsep ini guru berfungsi sebagai
fasilitator, mediator dan moderator dalam setiap proses belajar mengajar.
Kuncinya adalah “active learner” (pebelajar yang aktif).
4.
Dari segregasi ke integrasi
Pendidikan segregasi malah akan
memisahkan anak berkebutuhan khusus dengan lingkungan. Ini sangat tidak baik
untuk kemampuan anak ke depannya. Oleh karena itu muncul konsep pendidikan
integrasi sebagai model layanan pendidikan yang ideal untuk anak berkebutuhan
khusus.
Ada
beberapa kecenderungan terkait dengan model pelayanan pendidikan di Indonesia
yaitu:
1.
Model Pendidikan Terpadu
Pendidikan terpadu adalah pelayanan
pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus reguler. Pelaksanaan
pendidikan terpadu membutuhkan bantuan tenaga khusus berkualifikasi PLB.
Melalui pendidikan terpadu, praktek di lapangan bentuk integrasi pendidikan
masih bersifat fisik, sedangkan integrasi instruksional melalui pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan individual belum dapat dijalankan. Untuk mengatasi
kekurangan tersebut, maka muncul model ‘mainstreaming’.
2.
Model Pendidikan Mainstreaming
Konsep mainstreaming menghendaki agar integrasi
pendidikan bagi ABK mencakup integrasi sosial dan instruksional didasarkan pada
kebutuhan pendidikan yang diukur secara individual dan profesional oleh berbagai
profesi dan disiplin. Penempatan pendidikan ABK dalam model ini menjadi sangat
fleksibel dari lingkungan pendidikan yang sangat terbatas seperti asrama,
sampai lingkungan yang tidak terbatas seperti kelas biasa atau kelas reguler.
3.
Model Inklusi
Model ini menekankan pada keterpaduan
penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip ‘education for all’.
Sekolah yang menyelenggarakan program pendidikan inklusi, perlu dibantu tenaga
khusus berkualifikasi PLB.
Dari ketiga model pelayanan pendidikan
sebagaimana diuraikan di atas, maka pilihan penempatan disesuaikan dengan
kondisi dan potensi lapangan. Tipe pemilihan penempatan anak berkesulitan
belajar adalah:
a.
Kelas Reguler ( General education Class)
Sistem pelayanan dalam bentuk kelas reguler dimaksudkan
untuk mengubah citra tentang adanya dua tipe anak, anak dengan berkesulitan
belajar dan tidak berkesulitan belajar. Dalam kelas reguler yang dirancang
untuk membantu anak berkesulitan belajar diciptakan suasana belajar kooperatif
sehingga semua anak dapat menjalin kerjasama dalam mencapai tujuan belajar.
Suasana belajar kompetitif dihindari agar anak berkesulitan belajar tidak putus
asa. Program penndidikan individual diberikan kepada semua anak yang
membutuhkan, baik yang berkesulitan maupun yang memiliki keunggulan. Dalam
kelas reguler semacam ini berbagai metode untuk berbagai jenis anak digunakan
bersama.
b.
Kelas Khusus ( Special Class )
Sistem ini biasanya menampung antara 10 hingga 20 anak
berkesulitan belajar dibawah asuhan seorang guru khusus. Ada dua jenis kelas
khusus yang biasa digunakan yaitu: a) kelas khusus sepanjang hari belajar, dan
b) kelas khusus untuk mata pelajaran tertentu atau kelas khusus sebagian waktu.
Dalam
kelas khusus sepanjang hari belajar, anak-anak berkesulitan belajar dilayani
oleh guru khusus. Anak-anak di kelas ini belajar semua jenis mata pelajaran dan
hanya berinteraksi dengan anak-anak lain yang juga berkesulitan belajar pada
saat jam istirahat dan atau bermain.
c.
Ruang Sumber ( Resource Room)
Ruang sumber merupakan ruang yang disediakan oleh sekolah
untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi anak-anak yang membutuhkan,
terutama yang berkesulitan belajar. Di dalam ruang sumber terdapat guru
remedial atau guru sumber dan berbagai media belajar. Aktivitas utama dalam
ruang sumber umumnya berkonsentrasi pada upaya memperbaiki keterampilan dasar
seperti membaca, menulis, dan berhitung. Guru sumber diharapkan dapat menjadi
pengganti guru kelas dan menjadi konsultan bagi guru reguler.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan
belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik
disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain,
sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha yang
dilakukan.
Ciri-ciri anak
berkesulitan belajar sebagai berikut: Memiliki tingkat intelegensi (IQ) normal,
bahkan diatas normal atau sedikit dibawah normal berdasarkan tes IQ. Mengalami
kesulitan dalam beberapa mata pelajaran, tetapi menunjukan nilai yang baik pada
mata pelajaran lain.
Suparno (2007: 3-25) mengkasifikasikan kesulitan belajar
berdasarkan jenis gangguan atau kesulitan yang dialami yang sering disebut
kesulitan spesifik yaitu: Dispraksia, Disgraphia, Diskalkulia, Disleksia,
Disphasia, Body awarnes
Faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor
fisiologi, 2). Faktor
psikologis. Dan Faktor ekstern
(factor dari luar anak) meliputi: 1). Faktor-faktor sosial, 2).
Faktor-faktor non- sosial
Layanan Pendidikan Untuk
Anak Berkesulitan Belajar, yaitu: Model Pendidikan Terpadu, Model Pendidikan Mainstreaming, dan Model Inklusi.
Tipe
pemilihan penempatan anak berkesulitan belajar adalah: Kelas
Reguler (General education Class), Kelas Khusus ( Special Class ), dan Ruang Sumber (Resource Room).
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Abdurrahman,
Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar:
Teori, diagnosis, dan Remedias. Jakarta: Rineka Cipta.
Jamaris,
Martini. `2014. Kesulitan Belajar:
Perspektif, Asesmen, dan Penanggulangannya Bagi Anak Usia Dini dan Usia
Sekolah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Haryanto.
2010. Pengertian Kesulitan Belajar. http://belajarpsikologi.com/pengertian-kesulitan-belajar/.
Diakses pada tanggal 15 November
2014 pukul 10:38.
Wardhani,
Ericha. Layanan Pendidikan Anak Berkesulitan.
http://ericha-wardhani.blogspot.com/2012/05/layanan-pendidikan-anak-berkesulitan.html. Diakses
pada tanggal 15 November 2014 pukul 10:52.